SIMPANG SIURNYA INFORMASI KEKURANGAN PEMBAYARAN TUNJANGAN SERTIFIKASI TAHUN 2012
JAKARTA
- Wajar banyak guru penerima tunjangan profesi pendidik (TPP)
mengeluhkan urusan pencairan yang macet selama 2012. Sebab Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menemukan laporan jika ada Rp 10
triliun anggaran TPP yang mengendap di rekening pemkab atau pemkot.
Laporan
penyaluran TPP dari pemkab dan pemkot ke guru itu diterima oleh jajaran
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud. Irjen Kemendikbud Haryono
Umar di Jakarta, Selasa (1/1) mengatakan, anggaran yang sudah ditransfer
oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke daerah itu tidak bisa kembali
lagi ke pusat.
"Itu sudah menjadi hak guru. Jadi wajib di
salurkan sampai beres," kata mantan pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) itu. Haryono mengatakan, uang yang mengendap itu akan
terus ngendon selama belum ada upaya pencairan oleh pemkab atau pemkot.
Menurut
Haryono, anggaran untuk TPP 2012 yang ditransfer ke pemkab atau pemkot
sekitar Rp 40 triliun. Hingga menjelang tutup tahun 2012, anggatan utnuk
TPP 2012 yang sudah disalurkan ke guru masih sekitar Rp 30 triliun. Dia
mengatakan Kemendikbud tidak bisa mengawasi langsung pencairan dana TPP
dari pemkab dan pemkot ke guru.
Dari analisa Itjen Kemendikbud,
penyebab utama kacaunya pencairan TPP ini disebabkan oleh verifikasi
data guru. "Proses verifikasi jam mengajar 24 jam pelajaran per minggu
ini yang lama," kata dia. Pemkab atau pemkot disebut-sebut takut
mencairkan TPP kepada guru bersertifikat yang belum terverifikasi beban
mengajarnya.
Urusan pencairan TPP tahun ini diprediksi bakal
kembali payah. Apalagi dana transfer untuk TPP tahun ini naik menjadi Rp
43 triliun. Jika sistem pengawasan dan pencairan tidak diperbaiki,
kasus anggaran TPP yang mengendap bakal semakin menggila. "Konsekuensi
adanya anggaran TPP yang mengendap ini adalah bunga simpanannya," tutur
Haryono.
Dia berharap kasus pengendapan anggaran TPP ini tidak
sampai berujung pada kasus korupsi atau sejenisnya. "Kami juga bisa
mencegah. Tetapi jika sudah terjadi, ini urusan penegak hukum (KPK,
red)," papar Haryono.
Menurut Haryono, posisi strategis untuk
mengawal atau mengawasi pencairan TPP adalah inspktorat pemkab atau
pemkot. Tetapi dari pantauan Haryono, peran inspektorat daerah itu
melempem.
Penyebabnya adalah, anggaran operasional mereka sangat
minim. "Apalagi tidak ada anggaran bagi inspektorat daerah untuk khusus
mengawasi pencairan TPP," ujarnya.
Dia mengatakan tidak ingin
pencairan TPP tahun ini sekacau tahun lalu. Untuk itu, Haryono
mengatakan sejumlah kementerian yang terkait dengan pencairan TPP ini
terus berembuk mencari solusi.
Selain itu pembahasan ini
melibatkan KPK. Haryono menuturkan jika posisi KPK cukup luwes ketimbang
kementerian untuk mengawasi sekalis menindak jika ada penyelewengan
dalam urusan pencairan TPP ke guru.(wan)
SELAMA ini hanya menjadi semacam rumors. Tapi kali ini, isu pengendapan
dana Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) mencuat disertai data. Rekap data
dari Kemenkeu menemukan, dana tunjangan guru yang ditransfer pusat ke
seluruh pemda, untuk triwulan pertama dan kedua 2012, per Juli 2012
banyak yang belum disalurkan, alias ngendap di rekening kas pemda.
Jumlahnya
lumayan gede, Rp10 triliun. Bahkan, sejumlah pemda, dana dua kali
transfer itu ada yang seluruhnya belum dikirim ke rekening guru-guru.
Meski ini data per Juli 2012, namun cukup miris. Yang berteriak kencang
mengenai persoalan ini adalah Inspektur Jenderal (Irjen) Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Haryono Umar.
Mantan pimpinan KPK itu pun mengancam akan meminta KPK menindak pejabat daerah yang memakan bunga endapan tunjangan guru itu.
Berikut wawancara reporter JPNN, M Fathra Nazrul Islam dengan Prof. Dr. H Haryono Umar, di Jakarta, Kamis (3/1).
Bagaimana soal tunjangan guru hasil penelusuran Itjen?
Ini
kan anggaran transfer daerah. Jadi ternyata anggaran sektor pendidikan
itu terbagi tiga. Pertama, yang di pusat di antaranya Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan sekitar Rp73 triliun, Kemenag Rp36 triliun,
serta di kementrian yang lain.
Kedua, dana transfer daerah yang
ditransfer dari Kementrian Keuangan ke daerah itu ada sekitar Rp220
triliun. Dan ketiga, yang diramaikan FITRA, yang namanya dana abadi
pendidikan, itu sekitar Rp5 triliun. Dana transfer daerah adanya di
APBD, dana abadi pendidikan di Kemenkeu. Jadi ini lah anggaran
pendidikan. Ini memang dimana-mana ya. Kewenangan kita mengawasi hanya
yang di Kemdikbud. Nah, yang ke daerah, termasuk tunjangan guru, tidak
bisa kita awasi.
Namun temuan kita, per Juli 2012 itu ada sekitar
Rp10 triliun tunjangan guru (semester awal) yang belum tersalurkan, itu
terbagi di seluruh provinsi. Bahkan ada yang sampai Juli 2012 itu ada
kabupaten yang masih nol realisasinya. Kalau satu daerah mendapat pagu
tunjangan profesi Rp60 miliar, itu belum diapa-apakan anggarannya.
Sekarang kita belum tahu realisasinya.
Daerah beralasan
penyalran terkendala penghitungan jam mengajar 24 jam sebagai syarat
pencairan tunjangan, apa itu satu-satunya alasan? Bagaimana dengan data
fiktif?
Makanya itu harus dilakukan pengawasan. Mungkin
bagaimana polanya, apakah persyataran 24 jam mengajar betul-betul
persyaratan mutlak. Karena selama ini kan jadi kendala itu, bisa
dimanfaatkan (dimanipulasi) juga kan. Inilah yang sedang kita bahas
dengan KPK, Menkeu, Mendagri, BPKP, juga Kemenag. Kira-kira nanti
bagaimana agar tidak ada lagi alasan menahan-nahan anggaran itu. Bila
perlu payung hukumnya diperkuat.
Sebelumnya yang namanya APBD kan
habis tahun itu kan. Cuma ya itu lah yang terjadi, masih ada yang
mengendap di kas daerah. Bagaimana pertanggungjawabannya. Pada intinya
uang itu uang guru, tidak boleh dikemana-manakan.
Apa tidak sebaiknya dikembalikan seperti dulu, langsung transfer ke guru seperti sebelum tahun 2010?
Sistem
UU otonomi harus diubah, UU 32 tahun 2004 mengatakan bahwa ada
fungsi-fungsi yang diserahkan ke daerah, salah satunya fungsi
pendidikan. Nah di anggaran keuangann negara itu ada yang namanya money
follow function, fungsinya sudah pindah ke daerah, maka uangnya ikut
pindah. Seharusnya kalau uang ikut pindah ke daerah, harus diikuti
dengan pengawasan dengan sistem yang kuat. Nah ini yang tidak diikuti,
sehingga terjadilah seperti sekarang ini.
Jadi kalau mau ini
tidak terus menerus seperti ini, kita kembalikan lagi seperti dulu,
bahwa guru tidak termasuk dalam bagian yang didesentralisasi, dia
kembali ke sentralisasi. Karena ternyata kepangkatannya masih ada yang
di sini (pusat), gaji, tunjangan, ditambah lagi dari porsi anggaran
Kemdikbud. Belum lagi masalah politik, kasihan guru diikutkan dalam
masalah politik, guru harus betul-betul bebas dari masalah politik
Sekarang
kan UU otonomi daerah sedang direvisi nih, dalam proses, itu harus
betul-betul diyakinkan bahwa pendidikan terutama guru tidak termasuk
yang diotonomikan untuk menjaga indepensi para guru, kesambungan karir
dan kesejahteraan guru. Kalau seperti ini kan kasihan guru diombang
ambingkan, dia tidak patuh pada pemerintah daerah dikucilkan, dihambat
kenaikan pangkatnya, akibatnya ada di satu tempat kelebihan guru ada
yang kekurangan guru. Jadi otonomi daerah itu bagus tapi ada yang tidak
bagusnya, terutama untuk guru.
Jadi Itjen memandang bahwa guru tidak dimasukkan dalam desentralisasi otonomi?
Ya,
karena kenyataan tetap saja guru jauh-jauh datang dari daerah mengurus
keperluan ke pusat. Birokrasi tetap panjang. Jadi kalau saya secara
pribadi bagusnya itu dikembalikan, sentralisasi, karena harapan para
guru begitu loh. Kalau harapan guru kan UU untuk masyarakat, guru kan
masyarakat, jadi harus memenuhi keinginan mereka, jangan UU memenuhi
keinginan penguasa, itu namanya diskriminasi.
Soal anggaran yang ngendon itu apa Itjen ada kerjasama dengan daerah?
Kita
ada lakukan audit di 10 daerah dan menemukan berbagai macam, itu sudah
kita sampaikan, termasuk juga yang terhambat pencairannya. Soal data,
ada kekurangan yang tidak terdeteksi dari awal, misalnya gaji itu setiap
periode ada kenaikan, nah ini tidak disesuaikan sejak awal, jadi
terakumulasi, sementara data terus berkembang. Angka Rp10 triliun itu
adalah akumulasi dari semua daerah.
Tunjangan guru juga ada yang
dipotong-potong Pemda, alasannya untuk biaya pemutakhiran data. Hampir
di setiap kabupaten yang kita audit begitu kenyataannya. Tidak boleh
itu. Mereka (daerah) kan sudah punya anggaran untuk manajemen
pemutakhiran data itu, jangan lagi membenani guru, apalagi guru-guru
swasta.
Akan menggandeng KPK untuk menelusuri pengendapan tunjangan guru?
Kami akan membahasnya juga dengan KPK, dengan upaya pencegahan dari KPK. Juga soal bunganya itu kemana, itu bisa ke penindakan.
Dalam soal pengawasan, siapa yang salah?
Pengawasan
di daerah itu kan ada di Inspektorat. Tapi Inspektorat sendiri belum
semua reform. Masih banyak yang main-main. Kita sudah minta akan
Inspektorat ditingkatan, tapi alasannya anggaran kurang.
Peran DPRD mestinya seperti apa?
Ya
DPRD mestinya memberi anggaran yang pantas untuk Inspektorat. Gimana
mau jalan kalau bensin tak ada. DPRD harus ikut konsen ke pengawasan
karena ini menyangkut pendidikan, menyangkut masa depan bangsa.
Berapa sih total dana pendidikan yang akan disalurkan ke daerah tahun ini?
Untuk
tahun 2013 ini ada Rp220 triliun untuk anggaran dari pusat ke daerah.
Sebanyak Rp128 triliun khusus untuk gaji guru. Dan Rp47 triliun untuk
tunjangan guru. Jadi semuanya T, T, T, (triliun), tak ada yang M
(miliar).***
Sumber
JPNN.com